Kamis, 01 September 2011

Allah dan Gempa


Allah dan Gempa Haiti

Di manakah Allah? Pertanyaan ini menjadi sangat bermakna dan mendesak manakala manusia berhadapan dengan kejahatan, lebih lagi kalau kejahatan itu sangat keji. Beberapa hari yang lalu tepatnya pada Selasa (12/1) pukul 16.53 waktu setempat atau Rabu (13/1) 04.53 WIB, terjadi gempa bumi yang dasyat di dekat kota Port-au-Prince, Haiti dengan kekuatan 7,0 Skala Richter. Beberapa hari kemudian (Rabu, 20/1) terjadi gempa susulan dengan kekuatan 6,1 Skala Richter. Kedua gempa bumi ini mengakibatkan banyak bangunan, harta benda, dan  sarana transportasi dan komunikasi hancur berantakan. Ribuan manusia menjadi cacat, ada yang terperangkap di bawah reruntuhan bangunan, hilang dari sanak keluarga, dan meninggal dunia. Mayat bergelantungan di mana-mana. Haiti….menjadi kota mati. Peristiwa ini merupakan sebuah tragedi kemanusiaan yang menggemparkan di seantero jagat ini.
Berhadapan dengan gempa bumi yang mengguncang Haiti (dan juga bencana alam lainnya yang terjadi diberbagai tempat), manusia lantas bertanya, “Adakah Tuhan itu? Jika ada, di mana Dia berada dan mengapa Ia diam saja melihat penderitaan yang dialami oleh manusia? Atau sudah marahkah Tuhan itu sehingga Ia menurunkan gempa bumi yang dasyat di Haiti? Atau Tuhan itu sudah mati seperti yang dideklarasikan oleh Nietzcshe sehingga Ia tidak berkuasa lagi di atas muka bumi ini.”
Gempa bumi yang mengguncang Haiti membuat manusia menderita, marah, malas beraktivitas, putus harapan, hidup menjadi fana dan kabur maknanya. Selain itu, gempa yang terjadi bukan tidak mungkin membuat eksistensi Tuhan dipertanyakan dan dipersoalkan. Eksistensi Tuhan diragukan bahkan disangkal. Dengan kata lain, adanya gempa bumi membuat orang menjadi ateis. Betapa tidak! Allah yang dalam konsep universal dilihat sebagai yang Mahabaik dan Mahakuasa tidak menampakkan diri-Nya. Malahan Allah membiarkan gempa itu terjadi. Di manakah letak kemahabaikan dan kemahakuasaan Allah pada saat gempa itu?
Konsep Allah sebagai yang Mahabaik dan Mahakuasa, dengan demikian menjadi runtuh dan tak bermakna manakala berhadapan dengan realitas adanya gempa bumi yang menelan korban jiwa dan harta benda berlimpah. Jika Allah itu Mahabaik dan Mahakuasa, mengapa ada gempa bumi? Jika Allah itu Mahabaik dan Mahakuasa, maka Ia tidak membiarkan gempa bumi dan aneka cetusan kejahatan lainnya terjadi di atas bumi ini. Akan tetapi, semuanya itu ada dan sering menimpa manusia. Kenyataan ini tak jarang membuat  manusia menggugat eksistensi Allah. Allah yang Mahabaik dan Mahakuasa itu tidak ada gunanya. Dengan kata lain, tak ada gunanya manusia percaya kepada Tuhan. Karena kemahabaikkan dan kemahakuasaan-Nya tidak dapat dibuktikan.

Pencipta Gempa Bumi
            Dalam ranah filsafat kita mengenal dua jenis kejahatan yaitu kejahatan moral (malum morale) dan kejahatan fisik (malum physicum). Kejahatan moral adalah kejahatan yang disebabkan oleh perbuatan jahat manusia karena penyalahgunaan kebebasannya. Contohnya: pembunuhan, perampokan, pemerkosaan, korupsi, dan sebagainya. Sementara kejahatan fisik adalah kejahatan yang disebabkan oleh peristiwa alam, yang mana alam itu sudah mempunyai hukum dan mekanismenya sendiri. Kejahatan fisik terjadi seturut hukum alam dan terjadi secara alami. Cetusan kejahatan fisik ada dalam gempa bumi, tsunami, cacat sakit, dan seterusnya.
            Lalu, siapa yang menciptakan gempa bumi? Dalam rumusan teologi kristiani diyakini bahwa segala apa yang ada di dunia ini diciptakan oleh Allah dari ketiadaan (creatio ex nihillo). Pernyataan ini mau menegaskan bahwa Allah-lah yang menciptakan semua yang ada termasuk gempa bumi. Jika gempa bumi diciptakan oleh Allah, maka Allah itu tidak baik. Karena di satu sisi Ia menciptakan manusia baik adanya, dan di sisi lain Ia menciptakan gempa bumi yang sering menimpa manusia.
Gempa bumi dan cetusan kejahatan fisik lainnya bukanlah ciptaan Allah. Allah menciptakan alam semesta beserta hukum-hukum yang mengaturnya. Dalam arti tertentu Allah memberikan kebebasan kepada alam untuk mengatur dirinya sendiri. Alam mempunyai hukum kebebasannya sendiri untuk mengatur dirinya. Kenyataan bahwa ada gempa bumi yang menelan banyak korban bukanlah berasal atau diciptakan oleh Allah, tetapi merupakan hasil dari hukum alam. Alamlah yang mengatur semuanya itu.

Allah dalam Gempa Haiti      
            Di atas telah dikemukakan bahwa gempa bumi yang mengguncang Haiti membuat banyak bangunan dan harta benda hancur lebur. Ribuan manusia menjadi cacat, hilang dari sanak keluarga, dan meninggal dunia. Dan bagi yang masih hidup pasti menderita, kekaburan makna hidupnya, stres, putus asa, marah, dan seterusnya. Pernyataan ini secara singkat mau mengatakan bahwa gempa bumi di Haiti (dan bencana alam lainnya) pada dasarnya buruk. Akan tetapi, kalau kita mengkaji lebih dalam tragedi kemanusiaan itu terpancar makna positif di baliknya. Adanya gempa bumi di Haiti (dan juga di tempat lain) tidak selalu dipahami sebagai absurditas dan negatifitas. Gempa bumi memberikan peranan antagonis yang diperlukan untuk tercapainya kebaikan yang lebih besar. Adanya gempa bumi memaksudkan untuk mendidik manusia untuk mencintai sesama. Melalui gempa bumi muncullah rasa cinta kasih, belas kasihan, dan solidaritas terhadap sesama manusia. Di sinilah etika kemanusiaan dapat ditumbuh-kembangkan. Tanpa ada gempa bumi dan aneka cetusan kejahatan lainnya, maka tak akan ada rasa cinta kasih, belas kasihan, dan solidaritas.
            Dalam gempa bumi, Allah bukan tidak hadir. Kehadiran-Nya terjelma dalam dan melalui orang-orang yang memberi perhatian dan kasih sayang bagi mereka yang menderita akibat gempa itu. Sumbangan finansial, obat-obatan, makanan, minuman, pakaian, doa, dan sebagainya yang selalu dan terus mengalir dari seantero jagat merupakan tanda kehadiran Allah bagi mereka yang menderita. Allah hadir dalam diri orang-orang yang punya rasa belas kasihan dan solidaritas. Manuel Deheusch, seorang warga Haiti berkeluh (Kompas: 15/1), “Oh Tuhanku, siapakah yang akan membantu negeriku sekarang?”


























































Tidak ada komentar:

Posting Komentar