Minggu, 14 Agustus 2011

Bakti Kepada Orangtua


Berbakti Kepada Orangtua
Oleh Richard Nsalu
Catatan Awal
Berbicara tentang keluarga, tidak bisa dilepaspisahkan dari berbicara tentang relasi antara orangtua dan anak. Sebab, orangtua dan anak merupakan komponen utama pembentuk keluarga. Dalam tulisan ini, penulis secara khusus mengetengahkan tentang bagaimana relasi antara orangtua dan anak khususnya pengaruh pendidikan (keteladanan hidup) yang diberikan oleh orangtua kepada anak dan sikap bakti anak kepada orangtua berdasarkan pemikiran seorang filosof Cina Kuno yang bernama Konfusius (551-479 SM). Konfusius menyebut relasi ini dengan istilah Xiao. Tulisan ini terdiri dari catatan awal, mengenal apa itu Xiao dan Xiao Jing, alasan berbakti dan bentuk-bentuk konkret dari bakti kepada orangtua, dan catatan akhir.   

Xiao dan Xiao Jing
Konsep Konfusius tentang Xiao (Filial Piety) terdapat dalam sebuah kitab yang bernama Kitab Xiao Jing atau Kitab Bakti.[1] Kitab ini mungkin ditulis sekitar tahun 400 SM dan penulisnya tidak diketahui secara pasti. Kitab ini terdiri dari delapan belas bab yang berisikan percakapan antara Konfusius dengan seorang muridnya yang bernama Zeng Zi (505 – 436 SM). Dari sini, ada dugaan bahwa kitab ini ditulis oleh Zeng Zi. Akan tetapi, seorang penulis abad ke-12 yang bernama He Yin, mengatakan bahwa Xiao Jing bukan ditulis sendiri oleh Zeng Zi. Kitab ini lahir dari percakapan antara Konfusius dengan Zeng Zi. Setelah percakapan tersebut, Zeng Zi mengulanginya kembali dan mengajar para muridnya sendiri tentang apa yang telah diajarkan oleh Sang Guru (Konfusius) kepadanya kemudian bersama para muridnya itu ia mengelompokkan percakapan-percakapan tersebut kemudian membentuk sebuah traktat atau kitab.[2]
Dalam pemikiran Konfusius, Xiao merupakan salah satu prinsip etika moral (selain Jen, Li, dan Yu) yang membentuk dan mengatur perikehidupan manusia. Xiao berati sikap bakti yang dilakukan oleh seorang anak kepada orangtua. Dan anak yang berbakti kepada orangtua sudah pasti memiliki Jen, Li, dan Yu. Sikap bakti kepada orangtua merupakan sesuatu yang harus dilakukan oleh seorang anak. Dalam Xiao Jing IX Konfusius mengatakan, "Di antara watak-watak yang terdapat antara langit dan bumi sesungguhnya manusialah termulia. Di antara perilaku manusia tiada yang lebih besar daripada sikap bakti. Di dalam sikap bakti tiada yang lebih besar daripada menaruh hormat dan memuliakan orangtua, dan hormat memuliakan orangtua itu tiada yang lebih besar dari pada selaras dan harmonis kepada Tuhan".[3] Bahkan "Sesungguhnya sikap bakti itu adalah pokok Kebajikan; daripadanya ajaran agama berkembang.[4] Sikap bakti ini pertama-tama ditunjukkan oleh seorang anak kepada orangtuanya, kemudian ditujukan kepada semua orang dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan demikian, Xiao merupakan dasar fundamental dalam kehidupan bermasyarakat. Sikap bakti kepada orangtua menjadi dasar bagi anak untuk berbakti kepada oranglain termasuk kepada hukum negara dan berbagai aturan yang berlaku dalam masyarakat dalam kehidupannya kelak.  
Sikap bakti kepada orangtua merupakan sesuatu yang suci sifatnya. Konfusius mengatakan, "Sesungguhnya sikap bakti  itu ialah Hukum Suci Tuhan, Kebenaran dari Bumi, dan (yang) wajib menjadi perilaku rakyat. Hukum Suci Tuhan dan Kebenaran dari Bumi itulah yang menjadi suri tauladan rakyat. Bila hal ini (bakti) diturut dunia, maka dalam pendidikan tidak diperlukan kekerasan; dalam pemerintahan tidak diperlukan kebengisan hukuman, semuanya terselenggara dengan adil.[5]"
Faktor mendasar yang membentuk Xiao dalam diri anak adalah pendidikan dalam keluarga. Dalam keluarga seorang anak belajar bagaimana mencintai orang lain terutama dan pertama-tama mencintai orangtuanya, saudara-saudarinya, kemudian mencintai siapapun yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Di sini, peran orangtua menjadi sangat penting dan mendesak. Penting dan mendesak karena orangtua merupakan guru pertama bagi anak-anak dalam lingkungan keluarga. Orangtua harus mampu menjadi guru bagi si anak dalam bagaimana mencintai orang lain. Orangtua tidak hanya membeberkan teori (nasihat) kepada anak supaya mencintai orang lain, tetapi terutama mereka mampu memberikan teladan bagi anak dalam mencintai orang lain. Jika orangtua tidak bisa menjadi guru bagi anak dalam mencintai orang lain, maka mustahil anak akan mampu mencintai orangtuanya dan orang lain dalam kehidupannya. Dengan demikian, Xiao bersumber dari lingkungan keluarga.
Bagi Konfusius, keluarga merupakan sekolah bagi anak. Ia mempunyai harapan bahwa setiap anak yang lahir ke muka bumi, sepantasnya lahir dalam keluarga dimana kebaikan hati berakar. Di sana, anak-anak bertumbuh menjadi dewasa sambil menyaksikan bagaimana orangtua saling memperhatikan dan melindungi.[6] Di sana pun anak-anak menyaksikan bagaimana orantuanya membina pergaulan yang sehat dengan sesama orang dewasa di lingkungannya, mulai berkenalan dengan berbagai fungsi dan jabatan pemerintahan, moralitas masyarakat dan hukum negara.[7] Menurutnya, sungguh penting orangtua saling menghormati dalam keluarga dan menunjukkan bagaimana mereka menaati hukum negara, menghormati pemerintah, dan melakukan kebaikan bagi siapa saja.[8] Keluarga merupakan dasar paling kokoh dalam membentuk kepribadian seorang anak. Keluarga juga menjadi pilar utama suatu masyarakat dan negara. Dalam pemikiran Konfusius, ada lima jenis relasi dalam kehidupan manusia, yaitu relasi raja-rakyat, orangtua-anak, suami-istri, orangtua-orang muda, dan relasi antarteman. Dari semua jenis relasi itu, yang terpenting dan paling fundamental adalah relasi antara orangtua dan anak dalam keluarga. Karena di sanalah semua jenis relasi lain dipersiapkan dan dibina.[9] Dengan demikian, pendidikan yang baik bagi anak-anak tergantung pada kemampuan orangtua dalam memberikan keteladanan hidup dalam keluarga. 

Mengapa Berbakti dan Apa Bentuk Konkret Bakti itu?
Xiao adalah dasar dari kebajikan, dan segala kebajikan yang lain tumbuh/berasal dari Xiao”. Karena Xiao adalah dasar dari segala kebajikan, maka Xiao (berbakti kepada orangtua) itu adalah sesuatu yang harus dilakukan oleh manusia. Lalu, mengapa seorang anak harus berbakti kepada orangtua dan bagaimana bentuk konkret dari sikap bakti itu?    
Sikap bakti seorang anak kepada orangtua terjadi karena hidup seorang anak diturunkan atau diwariskan dari orangtua. Diturunkan atau diwariskan dari orangtua memaksudkan bahwa seorang anak lahir ke dunia ini sebagai perpaduan cinta ayah dan ibu melalui perkawinan. Seorang anak lahir ke dunia ini dari tubuh, rambut, kulit, dan semua anggota badannya berasal dari orangtua. Sang bunda mengandung si anak selama sembilan bulan, memberinya susu dari payudaranya sendiri, tidak membiarkan anak merasa lapar, haus dan kedinginan, merawatnya jika sakit, dan sebagainya. Sang ayah pun selalu mencintai si anak. Ayah sering mengisahkan cerita-cerita dan menyanyikan lagu-lagu menarik untuk menghibur anak supaya bisa tidur, menuntun untuk bisa berjalan, dan sebagainya. Konfusius mengatakan, “Orangtua akan menderita dan sedih apabila anaknya menderita”.[10] Singkatnya, orangtua akan memberikan segalanya demi kebaikan anaknya serta dengan tulus menyayangi dan mendidiknya tanpa mengeluh. Bahkan orangtua lebih mencintai anaknya daripada mencintai diri mereka sendiri. Dan orang yang berbakti kepada orangtuanya tidak akan melakukan kejahatn dan bersikapsombong kepada orang lain. Tentang hal ini, Konfusius mengatakan, “Dia yang mengasihi orang tuanya tidak berani untuk melakukan kejahatan kepada orang lain, dia yang menghormati orang tuanya tidak berani untuk bersikap sombong kepada orang lain. Cinta dan rasa hormat yang ditunjukkan secara maksimal dalam melayani orang tua, kemudian ditunjukkan atau diekspresikan kepada orang lain”[11]
Sikap bakti kepada orangtua ini tercermin dalam berbagai bentuk. Pertama, melindungi tubuh mereka dari berbagai tindakan kekerasan. Seorang anak harus mampu menjadi pelindung dan pembela bagi orangtua yang terancam berbagai tindakan kekerasan. Kedua, merawat dan memelihara hidup mereka. Misalnya memberi mereka makan dan minum, memberi pakaian, menjaga mereka supaya tidak sakit atau merawat mereka jika sakit, dan sebagainya. Ketiga, menjaga nama baik orangtua. Artinya bahwa sikap bakti seorang anak kepada orangtua terwujud apabila sikap dan perbuatan anak menyebabkan nama orangtua dikenal dan dipuji oleh banyak orang dalam masyarakat. Hal ini juga terwujud dengan menjaga nama baik orangtua supaya tidak diceritakan atau difitnah oleh orang lain. Keempat, melanjutkan cita-cita dan usaha orangtua. Apabila orangtua sudah tidak bisa beraktivitas lagi atau sudah meninggal dunia, maka Xiao diaktualisasikan dengan melanjutkan cita-cita dan usaha orangtua ketika mereka masih bisa beraktivitas atau masih hidup di dunia ini. Dengan kata lain, cita-cita dan usaha orangtua menjadi cita-cita dan usaha anak. Kelima, memberi penghormatan kepada roh orangtua yang telah meninggal dunia. Konfusius mengatakan, “Senantiasa ingatlah kepada leluhurmu, binalah Kebajikan. Paculah hidupmu selaras dengan Firman Tuhan, maka engkau akan mendapatkan banyak kebahagiaan."[12] Maka, memberi penghormatan kepada leluhur yang telah meninggaldunia merupakan salah satu bentuk Xiao. Wujud konkretnya, misalnya dengan memberikan persembahan kepada orangtua yang telah meninggal dunia atau berdoa mohon keselamatan arwah mereka.                  

Catatan Akhir
            Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa sikap bakti seorang anak kepada orangtuanya merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan. Sikap bakti ini adalah dasar bagi anak untuk bisa mencintai dan menghormati orang lain dalam hidup hariannya. Apabila seorang anak mampu mencintai orangtuanya, maka dia juga pasti mampu mencintai oranglain termasuk hukum dan segala peraturan yang ada dalam masyarakat. Sikap bakti ini muncul tidak terlepas dari proses pendidikan yang diberikan oleh orangtua kepada anak khususnya dalam lingkungan keluarga. Orangtua harus menjadi guru bagi anak dalam bagaimana mencintai sesame dalam keluarga dan orang lain dalam kehidupan harian. Orangtua harus mampu memberi teladan dengan menghidupi kehidupan yang harmonis baik dalam lingkungan keluarga maupun dalam lingkungan masyarakat luas. Jadi, keteladanan orangtua menjadi hal paling fundamental untuk menumbuhkan sikap bakti dalam diri anak. Bagi orangtua, sudahkan Anda memberi teladan yang baik bagi anak-anak dalam bagaimana mencintai orang lain??? Dan bagi anak-anak, sudahkah Anda berbakti kepada orangtua????-------------------------Richard Nsalu--------------------------

Daftar Bacaan:
Wikipedia, Xiao Jing, dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Xiao_Jing. Akses pada 9 April 2011 di Joyogrand-Malang, pukul 10.30 WIB.

Xaio Jing-The Classic of Xiao dalam www.tsoidug.org/Xiao/Xiao_Jing_Comment.pdf. Akses pada 19 April 2011 di Joyogrand-Malang, pukul 11.30 WIB. 

Ohoitimur, John, Pendidikan Dalam Perspektif Konfusianisme: Humanisme dari Timur, dalam http://peradabanmaju.blogspot.com/2010/11/pendidikan-dalam-perspektif.html. Akses pada 7 April 2011 di Joyogrand-Malang, pukul 20.15 WIB.







[1] Kitab ini bisa juga disebut dengan nama Kitab Hsiao Ching atau Kitab Classic of Filial Piety. 
[2] Wikipedia, Xiao Jing, dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Xiao_Jing. Akses pada 9 April 2011 di Joyogrand-Malang, pukul 10.30 WIB.
[3] Xiao Jing-The Classic of Xiao dalam www.tsoidug.org/Xiao/Xiao_Jing_Comment.pdf. Akses pada 19 April 2011 di Joyogrand-Malang, pukul 11.30 WIB. Selanjutnya hanya ditulis nomor kitab yang dikutip.
[4] Ibid., Xiao Jing I.
[5] Xiao Jing VII.
[6]John Ohoitimur, Pendidikan Dalam Perspektif Konfusianisme: Humanisme dari Timur, dalam http://peradabanmaju.blogspot.com/2010/11/pendidikan-dalam-perspektif.html. Akses pada 7 April 2011 di Joyogrand-Malang, pukul 20.15 WIB.
[7] Ibid.
[8] Ibid.
[9] Ibid.
[10] Ibid.
[11] Xiao Jing II.
[12] Xiao Jing I.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar